PELINGGIH SEDAHAN/PENUNGGUN KARANG SEBAGAI PENANGKAL ENERGI NEGATIF YANG MASUK KE RUMAH
Tidak asing lagi, ketika kita menjumpai rumah orang Hindu di Bali tidak luput dari adanya pelinggih PENUNGGUN KARANG. Di Dalam Rumah Tinggal orang Hindu di Bali disebut dengan MANDALA yang dibagi menjadi tiga ruang. Ketiga ruang itu terdiri dari ruang atas (utama), ruang tengah (madya) dan ruang bawah (nista). Di ruang atas merupakan tempat Tuhan dalam bentuk merajan atau sanggah. Di ruang tengah adalah tempat tinggal manusia (pawongan), sementara di bawah adalah palemahan. PENUNGGUN KARANG sesungguhnya adalah penguasa yang menjaga wilayah palemahan (lingkungan). Setiap sudut rumah dikatakan sebagai paduraksa (pertemuan). Seperti timur laut, adalah pertemuan timur dengan utara. Dalam setiap pertemuan ini, terdapat sebuah energi yang berkumpul, yang disebut dengan raksa (penjaga sudut).
Dalam Lontar Sapuh Leger dalam salah satu versinya ada yang menceritakan orang bernama Sang Sudha yang lahir pada hari Saniscara Kliwon Wuku Wayang yang disebut Tumpek Wayang. Seperti Bhisama Bhatara Siwa orang yang lahir Tumpek Wayang boleh jadi tadahan Bhatara Kala. Sang Sudha merasa lahir pada Tumpek Wayang itu sangat ketakutan dan memang Bhatara Kala mengejarnya. Sang Sudha berlari dan berlindung di rumpun bambu yang sangat lebat. Sang Sudha punya adik bemama Diah Adnyawati. Sebagai adik tentunya sangat khawatir pada keselamatan kakaknya. Diah Adnyawati minta tolong pada Sang Prabhu Mayaspati yang bernama Sang Arjuna Sastrabahu. Sebagai Raaja tentunya berkewajiban melindungi rakyatnya. Demi rakyatnya, Raja Sang Arjuna Sastrabahu memerangi Bhatara Kala. Dalam perang tanding itu Bhatara kalah melawan Raaja Sang Arjuna Sastrabahu. Karena kalah Bhatara Kala menyerah dan Raaja Sang Arjuna Sastrabahu menugaskan Bhatara Kala dengan Pewarah-warah sebagai berikut: Duh Bhatara Kala mangke ring wayabya ungguhanta, wus kita angrebeda ring rat. Artinya: Hai Bhatara Kala sekarang di Barat Laut (Wayabya) letak tugas menjaga anda jangan lagi mengganggu kehidupan manusia. Sejak itu Bhatara Kala yang bestana di Pelinggih Penunggun Karang disebut Sang Kala Raksa yang memimpin Sang Raksa, Adi Raksa dan Rudra Raksa. Palinggih Tugu sane kewastanin Plinggih Panunggun Karang Tentang Pelinggih Penunggun Karang di Barat Laut atau Wayabya itu dalam Lontar Hasta Kosala Kosali ada dinyatakan: Wayabya natar ika, iku Panunggun Karang paumahan. Artinya: Di arah Barat Laut (Wayabya) dari natar perumahan itu tempat pemujaan Penunggun Karang. Timur laut adalah Tri Raksa, tenggara adalah Guru/Aji Raksa, barat daya adalah Ludra Raksa. Sementara di barat laut yang merupakan lokasi Pelinggih PENUNGGUN KARANG terdapat energi Kala/Bhuta Raksa. Karena itu, penguasa PENUNGGUN KARANG disebut Sang Kala Raksa. ketika Sang Kala Raksa murka, dia akan membuka pintu sehingga hal-hal negatif bisa masuk ke pekarangan rumah. Di samping karena hal tersebut, ada juga energi lain, seperti karang kelingkuhan, tumbak rurung, dan aspek lainnya dalam KARANG PANES. Sang Kala Raksa merupakan hal yang sangat vital dalam suatu pekarangan. Meski demikian, Sang Kala Raksa ini tidak untuk disembah. Sebab dari segi tatanan warna, dia poleng atau mencerminkan kekuatan bawah. Tapi di satu sisi, dia kita butuhkan. Kita memberikan sesaji bukan dalam bentuk persembahan, tetapi sebagai bentuk penghormatan. Ketika kita menghaturkan sesaji di PENUNGGUN KARANG, “Panggil saja Sang Kala Raksa lalu berikan semacam suguhan, katakan, niki tadah sajin nira”. Menurut Ida Pandita Mpu Jaya Acharya Nanda bahwa penunggun karang bersifat bhuta kala, kita tidak meyembahnya, melainkan menghormatinya.
Untuk mengenal lebih jauh terkait makna dari PENUNGGUN KARANG yaitu Tugu Karang berasal dari kata 'tuhu' yang artinya tahu atau mengetahui dan berpengetahuan. Karang artinya pekarangan atau halaman rumah, bisa juga karang diri atau tubuh. Siapa yang memahami dan mengetahui karang dirinya dengan baik, maka ia adalah yang mencapai keseimbangan sekala dan niskala. Dalam mistik kadyatmikan dan kawisesan, Tugu Karang adalah bijaksara mantra yang utama. "Tugu adalah Tang, Ang, dan Ung diringkas menjadi Karang, yakni Ang dan Ah. Dimana Ang dan Ah adalah dwiaksara simbol kehidupan dan kematian,"
Dalam lontar Sudamala disebutkan bahwa Sang Brahman (Tuhan Yang Maha Esa), turun ke semesta dengan dua perwujudan, yaitu Sang Hyang Wenang dan Sang Hyang Titah. Setelah itu, Beliau memiliki fungsi, di mana Hyang Titah menguasai alam mistis, termasuk di dalamnya alam dewa dan bhuta kala, sorga dan neraka, bergelar Bethara Siwa yang kemudian menjadi Hyang Guru. Sedangkan Hyang Wenang turun ke mercapada, dunia fana ini, berwujud Semar atau dalam Susastra Bali disebut Malen, yang akan mengemban dan mengasuh isi dunia ini. Hyang Titah berstana di 'hulu' yaitu Sanggah Pamerajan, sedangkan Hyang Wenang berstana di 'Teben' yaitu di bangunan perumahan berupa Sedahan Karang.
Di dalam lontar Kala Tatwa disebutkan bahwa Ida Bethara Kala bermanifestasi dalam bentuk Sedahan Karang atau Sawah dengan tugas sebagai Pecalang. Sama seperti manifestasi beliau di Sanggah Pamerajan atau pura dengan sebutan Pangerurah, Pangapit Lawang atau Patih. di dalam lontar ini juga disinggung mengenai lahirnya Dewa Kala yang merupakan cikal bakal dari Sedahan Karang, di mana Dewa Kala dikatakan lahir saat hari Kajeng Kliwon nemu hari Saniscara (Sabtu) yang di Bali dengan istilah 'Tumpek'. Jadi, piodalan Sedahan Karang disarankan disesuaikan dengan hari kelahiran dari Dewa yang berstana, yaitu saat 'Tumpek'. Di alam ini tidak hanya dihuni oleh mahluk yang kasat mata saja, tetapi juga oleh yang tidak kasat mata atau roh. Roh-roh yang gentayangan, misalnya roh jasad manusia yang lama tidak diaben, atau mati tidak wajar, tertimbun belabur agung (abad ke 18) akan mencari tempat tinggal dan saling berebutan. Maka untuk melindungi diri dari gangguan roh-roh gentayangan, lanjut Satra, manusia membangun Palinggih Sedahan.
Di dalam Lontar Widhi Papincatan dan Lontar Dewa Tatwa, Jika Palinggih Sedahan tidak memenuhi syarat itu, yang malinggih bukan Bhatara Kala, tetapi roh-roh gentayangan itu, di antarnya Sang Butha Cuil. Jika Pelinggih Sedahan Karang di-urip dengan benar, maka fungsinya sebagai Pecalang sangat bermanfaat untuk menjaga ketentraman rumah tangga dan menolak bahaya sehingga terwujudlah rumah tangga yang harmonis, bahagia, aman tentram dan penuh kedamaian. "Maka hendaknya tidak main-main atas penempatan maupun keberadaan Panunggun Karang ini.
semoga bermanfaat, semoga damai selalu
loka samastha sukino bhawantu
Rahayu,
By. Kadek Surya Darmawan, S.Pd.
Sip👍
ReplyDelete